Sragi, 4 Januari 2023

Artikel Ilmiah

MANGROVE SEBAGAI PENGENDALI IKLIM DAN PEWARNA BATIK

Oleh : Indriyani


 

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Hutan mangrove adalah salah satu cara untuk mencegah perubahan bumi yang semakin tidak terkendali. Dengan adanya hutan mangrove akan memberikan manfaat bagi makhluk hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat secara langsung yaitu sebagai habitat biota laut, sebagai bahan baku arang dan bahan bangunan. Secara tidak langsung yaitu sebagai pelindung ekosistem laut, melindungi pantai dari erosi dan abrasi air laut.

Selain itu, hutan mangrove juga berperan dalam perubahan iklim melalui penyerapan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh asap dari kendaraan bermotor, cerobong pabrik, dan kegiatan industri lainnya. Karbondioksida di udara akan berkurang dengan adanya pelestarian hutan mangrove.

Manfaat hutan mangrove antara lain sebagai habitat satwa langka, pelindung terhadap bencana alam, pengendapan lumpur, sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar kawasan (Ex-Situ), rekreasi dan pariwisata, sarana pendidikan dan penelitian, memelihara iklim mikro dan mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Manfaat-manfaat tersebut dapat megakibatkan keadaan di bumi menjadi lebih baik.

Hutan mangrove banyak menghasilkan oksigen, sehingga dapat mengurangi kadar karbondioksida di bumi yang bisa menimbulkan perubahan iklim. Dengan demikian perubahan iklim dapat membantu kelangsungan hidup lebih baik dan terkendali. Melestarikan ekosistem hutan mangrove dapat mengurangi dampak perubahan iklim global di bumi, demi anak cucu manusia dan bumi yang lebih bersahabat. Mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dalam industri batik. Bahan pewarna alami dari mangrove ini sekaligus sebagai proses daur ulang limbah mangrove. Berbagai alasan itulah yang menjadi dasar atau alasan mengapa penulis tertarik untuk membahas mengenai hutan mangrove.


Metode

 Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode observasi, uji coba, dan studi pustaka.


PEMBAHASAN

 

1.      Hutan Mangrove sebagai Pengendali Iklim Bumi

Hutan mangrove banyak menghasilkan gas oksigen yang berguna untuk menyerap karbondioksida sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui proses fotosintesis dapat mengubah karbon anorganik (CO2)  menjadi karbon organik. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO2, akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk (Suwondo, 2006).

Pemanasan global kini telah menjadi isu penting yang menarik perhatian banyak peneliti, pemerintah maupun masyarakt awam. Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya produksi gas-gas rumah kaca, khususnya CO2, terutama karena meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil. Meningkatnya industrialisasi sepanjang 30 tahun terakhir merupakan penyebab utama pemanasan global. Apabila hal ini tidak dikendalikan, dengan laju konsumsi bahan bakar fosil pada saat ini maka pada tahun 2050 suhu permukaan bumi diperkirakan akan meningkat hingga 2oC dan permukaan air laut akan naik sekitar 25 m karena mencairnya es di kutub, sehingga menjadi ancaman serius bagi negara kepulauan seperti Indonesia beserta kota-kota pantainya.

Penanaman satu miliar pohon per tahun bisa menurunkan emisi gas rumah kaca, sehingga target 26 persen pada 2020 diharapkan bisa tercapai. Antara lain melakukan upaya pengendalian kerusakan hutan, penggunaan energi dan transportasi, serta pengolahan limbah. Penurunan gas rumah kaca di Indonesia bisa diturunkan hingga 41 persen bila mendapatkan dukungan dari luar negeri.

Ekosistem mangrove rentan terhadap pemanasan global, perubahan permukaan laut akan menyebabkan perubahan garis pantai, sehingga ekosistem mangrove harus beradaptasi terhadap kondisi ini, namun perubahan yang cepat dapat menyebabkan kegagalan proses adaptasi sehingga menyebabkan terancamnya keberadaan ekosistem mangrove. Di sisi lain, mangrove memiliki beberapa manfaat ekologi yang dapat mengurangi dampak negatif pemanasan global. Secara kasat mata, mangrove dapat meredam badai yang terus meningkat kualitas dan kuantitasnya sejalan dengan meningkatnya perubaan iklim bumi akibat pemanasan global. Mangrove juga dapat menyerap gas-gas rumah kaca yang bertanggungjawab terhadap pemanasan global ini, seperti CO2  dan CH4 melalui proses sekuestrasi karbon.

2.      Mangrove sebagai Pewarna Alami Batik

Batik adalah kesenian budaya yang menjadi ciri khas di Indonesia. Banyak teknik yang digunakan untuk membuat batik, dari cara tradisional sampai modern. Salah satu  bahan utama dari batik yaitu pewarna batik. Pekalongan identik sebagai kota penghasil batik. Pewarna batik sebagai bahan utama dalam proses pembuatan batik haruslah yang ramah dengan alam.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan kesehatan, mereka cenderung mengkonsumsi produk yang terbuat dari bahan alami dan berkualitas. Produk-produk yang unggul dan kompetitif, serta menggunakan teknologi ramah lingkungan yang dapat berkompetisi di pasaran dunia.

Mangrove, selain untuk mencegah abrasi dan juga untuk makanan olahan, ternyata juga bisa digunakan sebagai bahan dasar pewarna batik yang alami. Tanaman tersebut bisa menghasilkan warna coklat muda dan coklat tua. Terobosan ini penting bagi pembuat batik sehingga mereka bisa mendapatkan sumber baru. Selain itu, masyarakat penanam mangrove juga bisa mendapat keuntungan lebih darinya, seperti penggunaan bahan baku untuk membatik.

Hasil pemangkasan beberapa bagian tanaman mangrove yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan dan terbuang percuma  jika diolah ternyata memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pewarna alami dari limbah mangrove cocok untuk mereka yang alergi dengan pakaian yang berpewarna sintetis. Pemangkasan secara berkala beberapa bagian tanaman memang diperlukan untuk perawatan mangrove agar tanaman bakau itu bisa tumbuh optimal. Sehingga kelestarian hutan mangrove tetap terjaga.

Perbedaan antara pewarna batik alami dengan pewarna sintetik hanya pada proses pewarnaan saja. Proses pada batik alami membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan pewarna biasa. Tapi hasilnya tetap sebanding. Batik dengan pewarna alami memang tak bisa menghasilkan warna yang terang dan tajam. Hasilnya terlihat kusam dan gelap. Meski demikian, warna-warna tersebut tetap bisa diolah sehingga menarik untuk dituangkan di atas kain. Berbeda dengan bahan pewarna sintetis. Warna yang dihasilkan dari pewarna sintetis sangat terang. Hal ini menjadikan warna batik semakin cerah.


Pewarna alami dari bahan mangrove.

1.   Bahan dan alat yang diperlukan

a.          Daun mangrove

b.        Alat tumbuk

c.         Kain untuk penyaring

d.        Botol

e.         Wadah

2.    Proses pembuatan

a.         Daun mangrove dicuci terlebih dahulu

b.        Daun mangrove ditumbuk

c.         Daun mangrove yang sudah ditumbuk dicampur dengan air                                                                              

d.        Saringlah campuran daun mangrove dan air

e.         Daun mangrove yang sudah disaring, kemudian direbus selama ± 30 menit, kemudian didinginkan

f.         Masukkan hasil rebusan ke dalam botol, dan pewarna alami batik dari daun mangrove pun siap digunakan

 

PENUTUP

 

a.      Simpulan

 Manfaat hutan mangrove antara lain:

·      Menjaga garis pantai dari abrasi dan erosi

·      Mempercepat pembentukan lahan baru

·      Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus air laut

·      Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai

·      Aquakultur

·      Penghasil kayu sebagai bahan bakar dan bahan bangunan

           Hutan mangrove banyak menghasilkan gas oksigen yang berguna untuk menyerap karbondioksida sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui proses fotosintesis dapat mengubah karbon anorganik (CO2) menjadi karbon organik. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO2,  akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk.

           Mangrove, selain untuk mencegah abrasi dan juga untuk makanan olahan, ternyata juga bisa digunakan sebagai bahan dasar pewarna batik yang alami. Tanaman tersebut bisa menghasilkan warna coklat muda dan coklat tua. Terobosan ini penting bagi pembuat batik sehingga mereka bisa mendapatkan sumber baru. Selain itu, masyarakat penanam mangrove juga bisa mendapat keuntungan lebih darinya, seperti penggunaan bahan baku untuk membatik.

b.        Saran

Semoga dengan adanya karya ilmiah ini bisa memberikan pengetahuan bagi pembaca tentang pentinya hutan mangrove untuk menyelamatkan bumi dari global warming. Selain itu juga bisa dijadikan referensi bagi yang ingin melestarikan hutan bakau. Jadi selamatkan bumi kita dengan cara melestarikan hutan mangrove. Demi masa depan bumi dan anak cucu manusia.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dwi Setyawan, Ahmad. 2008. Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa;Tinjauan Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. Surakarta: FMIPA UNS

Harahap, Nuddin. 2010.Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasiny dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Jakarta: Graha Ilmu

http://nyu18.blogspot.com/2012/05/bermacam-macam-fungsi-hutan-mangrove.html


.

Bagikan